Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

In memories

 Setahun sudah…

puing-puing bangunan itu menjadi cerita. 


Nyala api di malam itu

menari, menerangi kami yang letih. 


Hujan turun membasahi wajah,

seakan ingin meluruhkan sedikit duka. 


Di tengah kerumunan,

di gelapnya malam,

air mata jatuh…

tanda ketidakberdayaan. 


Pagi datang

membawa kepulan asap

dan aroma kehilangan yang menusuk dada—

menandakan bahwa beberapa jam sebelumnya,

kami telah berjuang.


Di gelap malam 00.30 wita, 22 agustus 2024

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ego yang terluka

Bagiku hal yang paling berat dari disakiti yaitu merelakan


Merelakan luka, merelakan ego.
Ketidak berdayaan diri kala ditinggalkan, lagi dan lagi. 

Berjuang bangkit kembali, memupuk cinta akan diri. 

Kau sempurna, di mata yang tepat, kau layak diperjuangkan, oleh ia yang memang ingin berjuang. Kaupun layak dicintai kembali, oleh siapapun yang nanti kan datang.

Waktu berlalu, tapi tak menghapus perasaan mengganjal di hati. Adakalanya perasaan terlukai itu hadir lagi. Menggrogoti perasaan-perasaan yang sudah kian lama dipupuk kembali.
Ah ternyata sampai saat inipun aku belum merelakan, apakah karena egoku yang terlukai?

Katanya tugas wanita membuka pintu,  ingin menetap atau pergi menjadi urusan mereka. Tapi kenapa rasanya tidak adil sekali. Haruskah berkali-kali aku terlukai? Terluka oleh harapan sendiri
Berharap untuk kali ini, dia yang datang, memang untuk menepi dan menetap di hati.
Tapi nyatanya lagi-lagi, luka yang ku dapati.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Seminggu Berlalu

Jam 1 dini hari, tepat 7 hari yang lalu, kebakaran pasar yang menghabiskan tempat usaha kami terjadi. Kamis dini hari, 22 agustus 2024, kejadian 17 tahun yang lalu terulang kembali.

Duka kembali menyelimuti, tangis dan airmata tak lagi terbendung, sinar-sinar mata itu meredup, titipan telah diambil oleh yang Kuasa. 

Raga barulah terlelap, kala panggilan itu berlangsung. Kabar mengejutkanpun datang, rasa cemas dengan segera menyelimuti diri.

Ku langkahkan kaki dengan tergesa. Berharap sebuah keajaiban akan terjadi. Tapi, kala mata mendapati pemandangan itu. Sungguhlah, benar diri ini hanyalah manusia yang tak berdaya. Sang jago merah sudah begitu gagah melalap bangunan-bangunan yang ada. Dengan kekuatan yang tersisa, ku lakukan semampu yang ku bisa. Aku begitu yakin, jika apa yang akan terjadi nanti, sudahlah suratan takdirnya, dan sungguhlah pertolonganNya itu pasti.

Menyelamatkan barang-barang besar dengan hanya bermodalkan 3 orang, sungguhlah sebuah kemustahilan. Tapi, kala diri begitu pasrah, campur tanganNya tiba, begitu banyak orang-orang yang membantu, hingga begitu banyak yang mampu terselamatkan. Bagai sumber air ditengah gurun sahara, menyirnakan kehausan penuh kekhawatiran. Terimakasih Tuhan, sungguhlah pertolonganMu itu nyata adanya 🥹

Dan kala tiba giliran bangunan milik kami terlalap api. Sudahlah, hanya syukur yang mampu terucap, karena masihlah diberikan kesempatan untuk menyelamatkan barang dengan jumlah yang rasanya mustahil bisa diselamatkan. Karena jika harus meraung menangispun tidaklah lagi berguna. Jika sang Kuasa ingin mengambil kepunyaanNya, diri yang hina ini, bisa apa??

Masih ada hal yang bisa disyukuri, kala musibah itu berlalu. Banyaknya campur tangan orang-orang baik, juga atas kehendakNya. Jika bukan Dia yang menggerakkan mereka, lalu siapalah lagi?

Seminggu berlalu, insya Allaah perasaan menerima itu benar adanya. Sabar yang masihlah diluaskan, tekad yang kuat untuk memulai lagi. Memupuk duka, pun lagi merajut asa. Pelan-pelan kembali bangkit. Semoga pundak ini dikuatkan untuk kembali meniti kehidupan kedepannya. 





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS